Selasa, 07 Oktober 2008

tagore buatmu

Sementara aplaus masih menggema di ruangan yang lain, aku bersendiri menunda lahir, mencecah sebuah buku Tagore berjudul "Tukang Kebun".
Indah nian. Ada cinta di dalamnya. Bukan cinta yang sulit, bukan cinta yang dikenali generasi kita.
Itu cinta yang berdegup ketika ia melintas di depan rumah kita.
Tagore mengingatkan saya pada Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi, penulis kisah manis Di Bawah Naungan Pohon Tilia (Magdalena). Karya yang mempengaruhi saya. Karya yang sarat dengan cinta yang agung dan cantik.

Berikut saya tuliskan satu petikan dalam buku Tukang Kebun.

Katakan padaku jika ini sungguh benar, kekasihku, katakan padaku jika ini benar.
Bila mata ini memancarkan kilatnya, awan gelap dalam dadamu memberikan jawaban membadai.
Benarkah, bahwa bibirku manis bagai kuncup permulaan cinta yang terbuka?
Adakah kenangan bulan-bulan Mei yang lenyap menghilang itu tertinggal lena di anggota tubuhku?
Adakah bumi, bagai kecapi, menggetar jadi lagu kena sentuh kakiku?
Benarkah pula, bahwa linang-linang embun jatuh dari mata malam bila aku terlihat, dan cahaya pagi girang bila ia menyalut seluruh tubuhku?
Benarkah, benarkah, bahwa cinta kasihmu mengelana sendiri lewat abad demi abad dan benua demi benua mencari daku?
Bahwa bila kau mendapatkan daku pada akhirnya, gairah hasratmu yang berabad-abad itu menemukan damai yang sempurnadalam tutur kataku yang lembut serta mata dan bibirku dan rambutku yang berombak-ombak?
Benarkah pula, bahwa rahasia dari Yang Takterbatas tersurat di dahiku mungil ini?
Katakan padaku, kekasihku, jika segala ini benar.
(Tagore, Tukang Kebun)

Persentuhan Tagore kepadaku menggema di hati dan pikiranku. Membuatku kembali balik, mengartikan lagi apakah aku sudah ditentang Tagore? Apakah aku benar dalam perasaan cinta yang sudah mencederaiku?

Bethy Novia Sari, perempuan mana membuatku penuh dengan kesan-kesan "cinta" di tahun-tahunku memendamnya saja, mengalir ke luar menggerakkan tanganku, dan jadilah sebuah cerita (novel?) Sang Pujangga. Hanya bersama cinta kepadanyalah karya itu ditulis.

Setahun barangkali, kami berpisah. Dalam kemenangan dirinya. Aku tak mau berkeras kepala, dan aku tak bisa egois terhadapnya. Mengobati diriku di bilik mungilku. Mencoba beramah tamah dan berkeras dalam jalanku di masyarakat. Aku ingin buktikan diriku bermanfaat bagi orang lain. Bahwa apa yang kucerapi dan menjadi pandanganku akan hidup ini adalah keindahan, keluasan, keagungan.

Dan seseorang hadir di layar hp. perkenalan yang aneh. justru keanehan ini menyenangkan dapat menyentuhku, menggugahku buat kembali pulang. kita selalu saja bertengkar. seolah ada magnet yang menarik pertengkaran-pertengkaran itu untuk kami penuhi. tetapi selalu pertengkaran yang satu diselesaikan dengan pertengkaran berikutnya. aku sangsi juga, bagaimana kita sudah menyelesaikan pertengkaran yang sudah-sudah? lucu. masing-masing kami tidak juga mau bertemu muka.

Aku merasa ini berkat Tagore juga. Ia membuatku lebih memiliki cinta.
Kuharap Bethy sudah selesai sejak hari-hari ini. Bersama Tagore aku akan meletakkan cinta mudaku, tak meninggalkannya, tetapi menyempurnakannya. aku akan berkata dengan mata yang berbinar dan santun: "Selamat tinggal, Upikku."